Apapun yang saat ini sedang aku pikirkan setidaknya sudah lebih baik daripada apa yang masih aku rasakan. Pukulan semalam hingga dini hari masih menyisakan banyak tanya di benakku. Apapun yang saat ini ingin aku katakan masih lebih terbaca daripada apa yang tidak sanggup aku dengarkan. Cerita semalam membuatku merasa sebagai wanita yang cukup jahat. Pertanyaannya adalah apa yang akan aku lakukan setelah ini? Pengakuan dosa sudah terjadi. Ada seorang wanita yang terluka hatinya di luar sana. Dan masih ada seorang lelaki yang terus membungkam mulutnya. Cerita ini salah dari awalnya. Tidak seharusnya kedua tokoh saling dipertemukan dan dikondisikan dalam sebuah kenyamanan. Semakin mereka merasa aman satu sama lain, semakin wanita itu merasa sesak di dadanya. Entah sampai kapan lelaki itu akan terus bungkam dan menutup rapat bibirnya. Kebenaran sudah mulai menampakkan diri. Tidak bisakah ia sekedar memberikan sisa sakitnya kepada wanita itu untuk membuat mereka bisa melanjutkan hubungan kembali? Tidak, bukan dengan pemeran utama, tapi dengan wanita yang tersiksa batinnya. Cerita ini tidak seharusnya pula memiliki sebuah akhir. Apapun yang saat ini sedang terjadi, sudah seharusnya memang tidak ada cerita yang terjadi. Pilihan yang diambil sudah jelas itu benar-benar keinginannya. Apakah aku akan memilih? Aku dan lelaki itu sudah tidak pantas memilih. Terlalu banyak hidup orang tidak bersalah yang sudah kita renggut perasaannya. Aku dan lelaki itu sudah tidak pantas mengaku-ngaku telah jujur dan melakukan kesalahan. Terlalu banyak dosa-dosa yang menyakiti hati orang lain. Wanita itu tidak pernah bersalah kepadaku. Bagaimana bisa seorang manusia yang memiliki nurani melakukan hal menakutkan seperti aku ini? Kecuali aku bukan manusia. Lelaki itu juga jelas bukan manusia. Tidak ada manusia yang menyakiti manusia lainnya untuk memenuhi kepuasan nafsunya belaka.
visiting
Rabu, 25 Maret 2015
Selasa, 17 Maret 2015
Sayang Ada Orang Lain ; Awal dan Mira
Sepotong naskah "Sayang Ada Orang Lain"
"Memang sayang Mini, sayang ada orang lain. Orang lain dengan kebenaran yang berlainan."
Suminta dan Mini. Sosok suami istri yang hidup dalam rumah tangga dengan keterbatasan ekonomi namun dengan kasih sayang yang melimpah. Keadaan demikian membuat Mini berpikir akan merubah keadaan, bersamaan dengan itu Hamid datang dengan tawaran yang menjanjikan, tak pikir lama Mini pun tertarik dan terlibat tanpa sepengetahuan Suminta. Ternyata sikap yang diambil oleh Mini tidak benar menurut Suminta dan H. Salim.
Sepotong naskah "Awal dan Mira"
Seperti biasanya, pengunjung yang datang ke kedai kopi, tiada lain hanya untuk mengagumi kecantikan Mira. Namun, beda halnya dengan Awal, kepribadian Mira lah yang membuat Awal cinta padanya. Awal sama sekali tidak melihat status Mira, namun Mira selalu menghindari cinta Awal. Kegigihan Awal untuk mendapatkan cinta Mira, memberikan pengalaman bagi kita akan perjuangan dalam mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Terlepas dari kepahitan atau kebahagiaan yang kelak dipetik, perjuangan senantiasa membuah sebagain kenyataan yang harus diterima. "Aku bagimu merupakan paduan keindahan surga yang kau mimpikan dan kepahitan dunia yang kau rasakan," tegas Mira pada Awal dipenghujung kepastian mereka.
Naskah milik sastrawan Indonesia, Utuy Tatang Sontani, yang hidup pada zaman koloni dahulu, mencoba menyampaikan bagaimana carut marut yang terjadi pada Tanah Air pada zaman itu. Namun jelas, Utuy mencoba menghandirkannya dalam sebuah drama pementasan yang menarik dan dengan gaya khas miliknya. Teater ESKA menyebutkan alasannya mengangkat kedua naskah ini sebagai Studi Pentas XX mereka, sebab karya tersebut masih relevan dan menemukan momentumnya di tengah-tengah kekacauan politik meski umur Indonesia sudah lebih setengah abad. Sukses untuk Teater ESKA, semoga setiap karya yang disuguhkan mampu membuat semua penontonnya memetik hikmah dan maksud yang ingin disampaikan.
Jangan Tanyakan
Jangan tanyakan apa mauku saat
ini. Kalaupun aku tau, aku akan mengatakannya sendiri. Semuanya terlalu salah
untuk dibenarkan, namun terlalu benar untuk disalahkan. Aku tidak memiliki
apapun untuk ditawarkan pada mereka, tetapi mereka terus memberikan dunia
padaku. Aku memiliki banyak hutang. Aku memiliki banyak dosa. Aku seseorang
yang meneriakkan idelisme namun aku makhluk yang rapuh, tidak punya pendirian,
dan lemah. Aku idealis, aku visioner, aku independen, dan aku adalah pembohong
besar yang cukup baik. Itu cukup untuk menjelaskan semuanya tentangku. Sekarang
aku terdampar dalam pilihan yang sama sekali tidak bisa kupilih, kecuali
menghilang. Aku ingin pergi jauh dari situasi ini. Lenyap ataupun kembali ke
masa lalu dan tidak pernah menuju jalan yang mengarah pada situasi saat ini.
Aku bebas, tapi tidak saat ini. Bebasku selama ini menyiksa kebebasan orang
lain, dan saat ini aku harus membayar itu semua pada mereka. Jangan tanyakan
apa pilihanku saat ini. Kalaupun aku tau, aku adalah orang pertama yang akan
meneriakkannya ke seluruh dunia. Semuanya terlalu indah untuk ditinggalkan,
namun semua keindahan itulah yang harus aku tanggalkan. Semakin aku mabuk,
semakin aku memasuki ketidaksadaranku. Pastinya itu tidak mengenakkan. Bukan,
bukan untukku, setidaknya bukan untukku saja. Mabukku mencederai orang
sekitarku. Siapa yang merasa mengerti kondisiku saat ini? Perilakuku semakin
liar. Semakin banyak sampah yang mengalir dari mulutku. Menumpuk dan semakin
tinggi, hingga menutupi cahaya dibaliknya. Hati mana saat ini yang bisa
menemukan hatiku dibalik sampah itu? Jangan tanyakan apa yang aku pikirkan saat
ini. Kalaupun aku tau, aku hanya ingin adanya ialah tentang dia.
Label:
Renungan
Dimana....
Laki-laki memang berkepala dua. Maksudku, mereka benar-benar
hanya menggunakan kedua kepalanya. Apa sebegitu hinanya mereka hingga tidak
diciptakan dengan perasaan? Mereka lebih sering membicarakan rasa mereka
menggunakan kepala, kedua kepalanya. Rasa apapun itu, hanya bisa dijelaskan
dengan kepala. Hasyuh! Wanita juga sama bodohnya. Mulut mereka tidak bisa
dipercaya. Terlalu banyak mulut diciptakan untuk wanita sehingga mereka
menyalahgunakannya untuk membicarakan rasa. Sudah tidak jelas lagi hakekat perasaan
yang sesungguhnya saat hanya mulut dan kepala yang digunakan. Mulut, kepala,
rasa. Kepala, mulut, rasa. Kepala, rasa, mulut. Mulut, rasa, kepala. Apapun
itu, semua itu hanya ulah binatang. Dimana akal dan hati? Yang menjadikan
manusia memiliki kedudukan yang tinggi di muka bumi. Semuanya menjadi sama.
Saat reproduksi menjadi hal yang utama.
Minggu, 08 Maret 2015
Liburan Seniman
Teater Tangga Universitas Muhammadiyah Yogyakarta telah dengan sukses mementaskan sebuah naskah karya Usmar Ismail dalam rangka Studi Pentas angkatan 2014 di Gedung Societed Taman Budaya Yogyakarta, sabtu 7 Maret 2015 lalu. Pementasan dengan lakon "Liburan Seniman" ini dimainkan oleh 11 orang aktor dengan sangat apik dan menarik. Pementasan yang mengangkat setting tahun 40-an dengan detail properti yang hampir persis berhasil membawa penonton kepada jaman sebelum kemerdekaan dulu. Didukung dengan tata rias dan kostum yang digunakan pemain serta seluruh panitia meyakinkan penonton dan pengunjung tentang keseriusan Teater Tangga dalam penggarapan proses ini. Panitia juga menyarankan penonton untuk datang dengan kostum sesuai tema mereka. Diaula luar, sembari menunggu gerbang dibuka, penonton disajikan hiburan berupa performance musik yang disuguhkan oleh seniman-seniman senior yang memainkan alat-alat musik pada jamannya dulu. Sungguh kematangan konsep yang hampir sempurna. Mengingat kalau pementasan ini baru berupa Studi Pentas, tentulah meninggalkan pertanyaan besar dibenak penonton, "Bagaimana lagi pentas produksinya, kalau studinya saja sudah seperti ini?". Well done, Teater Tangga! Semoga dengan studi pentas ini menelurkan lagi karya-karya hebat dan istimewa untuk kedepannya.
Notitle
Aku ingin menanyakan sebuah pertanyaan kepada kalian. Pernahkan
kalian melakukan sesuatu yang menyenangkan dan sangat membuat ketergantungan,
sesuatu yang awalnya hanya untuk melepas lara sampai akhirnya menimbulkan dosa,
dan sesuatu yang menguntungkan sampai akhirnya menyedihkan? Aku ingin
memberikan sebuah pernyataan lagi kepada kalian. Aku pernah melakukan sesuatu
yang sangat aku sukai, sangat menyenangkan, dan sangat membuatku
ketergantungan. Aku pernah melakukan sesuatu yang awalnya hanya untuk membuatku
tertawa namun akhirnya menjadi hampa. Aku juga pernah melakukan sesuatu yang
tadinya menguntungkan dan kemudian berubah menjadi sangat menyedihkan. Hei, aku
ingin menanyakan sebuah pertanyaan lagi kepada kalian. Pernahkan kalian mengalamii
jatuh cinta? Atau pernahkan kalian merasa sangat dicintai? Atau pernahkah
kalian merasakan dicintai saat kalian mencintai? Kali ini aku tidak ingin
memberikan pernyataan apapun. Sesuatu seindah dan seistimewa perasaan cinta
sudah aku khianati kesuciannya. Semakin hari aku semakin tidak mengerti apa
maksud cinta sesungguhnya? Lebih sering aku membicarakannya, semakin jauh aku
dari memahami tentangnya. Cinta menjadi terlalu abstrak buatku saat aku dengan
mudah mendapatkannya dari manapun. Cinta begitu beragam. Cinta begitu sempurna
sampai aku tidak mampu memandangnya. Cinta begitu berwarna sehingga membuatku
semakin muak dengannya. Aku lupa bagaimana merasakan cinta yang sesungguhnya. Aku
lupa bagaimana jatuh cinta dan memberikan cinta yang setulusnya. Saat cinta
dipertanyakan dengan kesetiaan dan kejujuran, saat itulah aku tidak ingin
menjadi orang yang setia dan jujur. Saat cinta dipertunjukkan dengan ketulusan
dan kasih sayang, saat itu pulalah aku tidak ingin melakukan semuanya. Semakin aku
dihujani banyak cinta, semakin aku merasakan kehilangannya. Aku tidak
menghindari kehadiran cinta, namun semakin mudah cinta mendekatiku, semakin
mudak pula aku tidak peduli dengan hal itu. Aku bukan orang yang munafik
ataupun kaku, bukan pula bajingan rakus yang tidak tahu diri. Aku bagai orang
yang merasakan kesepian ditengah keramaian. Aku orang yang kehilangan cinta
saat hujan cinta datang.
Label:
Renungan
Langganan:
Postingan (Atom)