visiting

Senin, 15 Juni 2015

“Keluarga Bahagia”

Pentas Besar KRST tahun 2015 ini mengusung naskah garapan Rasyid Harry dengan lakon “Keluarga Bahagia”. Naskah hasil buah pikir Rasyid dan Iqbal—sebagai sutradara—ini berisi tentang kehidupan sebuah keluarga seperti pada umumnya. Hanya saja, dalam cerita ini, Rasyid mengambil sudut pandang lain dari makna sebuah keluarga. Sebuah keluarga dengan masalah yang mungkin sebenarnya dimiliki oleh beberapa keluarga pada umumnya, namun tidak diutarakan ke publik karena alasan moral dan norma. Yah, begitulah sekiranya salah satu bagian dari informasi yang ingin KRST sampaikan pada penonton melalui pementasan pada hari sabtu, 6 juni 2015 lalu. Pementasan yang dilaksanakan di Stage tari tedjokusumo Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta tersebut membuahkan hasil yang cukup memuaskan, baik untuk penonton maupun Keluarga Besar Rapat Sebuah Teater sendiri.
Sedikit mengulas tentang proses dibalik pementasan “Keluarga Bahagia”, tentu saja yang paling menarik perhatian adalah kesediaan aktor untuk memerankan dan mempertunjukkan isi naskah yang dianggap cukup “vulgar” untuk dihadirkan keatas panggung. Proses seleksi pemain tidak berlangsung mudah, tetapi konsep yang ditawarkan oleh Iqbal akhirnya mampu meyakinkan ke-6 aktor untuk kemudian lanjut memainkan peran yang ditawarkan. Awal berjalannya proses cukup berat. Tidak dipungkiri pula bahkan beberapa panitia penyelenggara sedikit meragukan isi naskah tersebut. Tapi proses tidaklah bermakna tanpa kerikil-kerikil didalamnya. Keberhasilan akan terasa begitu manis ketika berhasil melewati kerikil-kerikil itu. Hal itu pula yang dirasakan oleh KRST, terutama tim “Keluarga Bahagia”.
Proses ini berlangsung kurang lebih 6 bulan, terhitung November 2014. Seluruh kerja keras tim produksi dan artistik tentunya memberikan pengaruh sangat besar dalam keberhasilan pentas besar ke-9 KRST tersebut. Kurang lebih 50 orang yang turut menuangkan tenaga, pikiran, dan semangatnya kedalam proses ini. KRST juga bekerja sama dengan Teater Sangkala, selaku tuan rumah Fakultas Bahasa dan Seni UNY, Sanggar 28 Terkam, ISI Yogyakarta, dan beberapa komunitas kampus serta kerabat KRST. Hal menarik lainnya juga tertuju pada kreativitas yang tertuang pada setting rumah yang dihadirkan oleh sutradara diatas panggung. Begitu realis, begitu meyakinkan, seolah-olah membawa penonton kedalam kehidupan keluarga yang ada dipanggung itu. Detail-detail menarik seperti lukisan, patung kepala, hingga benda kuno seperti gramofon juga tak luput dari perhatian. Pentas ini terbilang berani dan sukses. Mengangkat realitas yang dianggap tabu keatas panggung dan memberikan suguhan yang benar-benar nyata tanpa adanya keraguan sedikitpun, jelas menjadi sebuah prestasi tersendiri bagi sutradara. Bagi Iqbal—sutradara—naskah “Keluarga Bahagia” ini memiliki begitu banyak makna yang harus disampaikan dan dirasakan, baik untuk semua penonton dan juga dirinya sendiri.
Namun, tentu saja setiap perjalanan menemukan pelajaran. Begitu banyak hal yang dapat diambil dan diperbaiki dalam proses kali ini. Banyak pula nilai-nilai yang bisa ditegakkan yang telah dihadirkan oleh pementasan ini. Semoga saja apapun itu yang telah dihadirkan dan dipersembahkan oleh KRST, dapat menjadi kebaikan tersendiri, yang kemudian hari bisa berbalik dan menyempurnakan diri KRST.
Teruslah belajar, teruslah berusaha, teruslah berkarya. Salam budaya! SHOW MUST GO ON!

(Age, 2015)

Rabu, 25 Maret 2015

Bukan Manusia

Apapun yang saat ini sedang aku pikirkan setidaknya sudah lebih baik daripada apa yang masih aku rasakan. Pukulan semalam hingga dini hari masih menyisakan banyak tanya di benakku. Apapun yang saat ini ingin aku katakan masih lebih terbaca daripada apa yang tidak sanggup aku dengarkan. Cerita semalam membuatku merasa sebagai wanita yang cukup jahat. Pertanyaannya adalah apa yang akan aku lakukan setelah ini? Pengakuan dosa sudah terjadi. Ada seorang wanita yang terluka hatinya di luar sana. Dan masih ada seorang lelaki yang terus membungkam mulutnya. Cerita ini salah dari awalnya. Tidak seharusnya kedua tokoh saling dipertemukan dan dikondisikan dalam sebuah kenyamanan. Semakin mereka merasa aman satu sama lain, semakin wanita itu merasa sesak di dadanya. Entah sampai kapan lelaki itu akan terus bungkam dan menutup rapat bibirnya. Kebenaran sudah mulai menampakkan diri. Tidak bisakah ia sekedar memberikan sisa sakitnya kepada wanita itu untuk membuat mereka bisa melanjutkan hubungan kembali? Tidak, bukan dengan pemeran utama, tapi dengan wanita yang tersiksa batinnya. Cerita ini tidak seharusnya pula memiliki sebuah akhir. Apapun yang saat ini sedang terjadi, sudah seharusnya memang tidak ada cerita yang terjadi. Pilihan yang diambil sudah jelas itu benar-benar keinginannya. Apakah aku akan memilih? Aku dan lelaki itu sudah tidak pantas memilih. Terlalu banyak hidup orang tidak bersalah yang sudah kita renggut perasaannya. Aku dan lelaki itu sudah tidak pantas mengaku-ngaku telah jujur dan melakukan kesalahan. Terlalu banyak dosa-dosa yang menyakiti hati orang lain. Wanita itu tidak pernah bersalah kepadaku. Bagaimana bisa seorang manusia yang memiliki nurani melakukan hal menakutkan seperti aku ini? Kecuali aku bukan manusia. Lelaki itu juga jelas bukan manusia. Tidak ada manusia yang menyakiti manusia lainnya untuk memenuhi kepuasan nafsunya belaka.

Selasa, 17 Maret 2015

Sayang Ada Orang Lain ; Awal dan Mira

Sepotong naskah "Sayang Ada Orang Lain"
"Memang sayang Mini, sayang ada orang lain. Orang lain dengan kebenaran yang berlainan."
Suminta dan Mini. Sosok suami istri yang hidup dalam rumah tangga dengan keterbatasan ekonomi namun dengan kasih sayang yang melimpah. Keadaan demikian membuat Mini berpikir akan merubah keadaan, bersamaan dengan itu Hamid datang dengan tawaran yang menjanjikan, tak pikir lama Mini pun tertarik dan terlibat tanpa sepengetahuan Suminta. Ternyata sikap yang diambil oleh Mini tidak benar menurut Suminta dan H. Salim.
Sepotong naskah "Awal dan Mira"
Seperti biasanya, pengunjung yang datang ke kedai kopi, tiada lain hanya untuk mengagumi kecantikan Mira. Namun, beda halnya dengan Awal, kepribadian Mira lah yang membuat Awal cinta padanya. Awal sama sekali tidak melihat status Mira, namun Mira selalu menghindari cinta Awal. Kegigihan Awal untuk mendapatkan cinta Mira, memberikan pengalaman bagi kita akan perjuangan dalam mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Terlepas dari kepahitan atau kebahagiaan yang kelak dipetik, perjuangan senantiasa membuah sebagain kenyataan yang harus diterima. "Aku bagimu merupakan paduan keindahan surga yang kau mimpikan dan kepahitan dunia yang kau rasakan," tegas Mira pada Awal dipenghujung kepastian mereka.
Naskah milik sastrawan Indonesia, Utuy Tatang Sontani, yang hidup pada zaman koloni dahulu, mencoba menyampaikan bagaimana carut marut yang terjadi pada Tanah Air pada zaman itu. Namun jelas, Utuy mencoba menghandirkannya dalam sebuah drama pementasan yang menarik dan dengan gaya khas miliknya. Teater ESKA menyebutkan alasannya mengangkat kedua naskah ini sebagai Studi Pentas XX mereka, sebab karya tersebut masih relevan dan menemukan momentumnya di tengah-tengah kekacauan politik meski umur Indonesia sudah lebih setengah abad. Sukses untuk Teater ESKA, semoga setiap karya yang disuguhkan mampu membuat semua penontonnya memetik hikmah dan maksud yang ingin disampaikan.

Jangan Tanyakan

Jangan tanyakan apa mauku saat ini. Kalaupun aku tau, aku akan mengatakannya sendiri. Semuanya terlalu salah untuk dibenarkan, namun terlalu benar untuk disalahkan. Aku tidak memiliki apapun untuk ditawarkan pada mereka, tetapi mereka terus memberikan dunia padaku. Aku memiliki banyak hutang. Aku memiliki banyak dosa. Aku seseorang yang meneriakkan idelisme namun aku makhluk yang rapuh, tidak punya pendirian, dan lemah. Aku idealis, aku visioner, aku independen, dan aku adalah pembohong besar yang cukup baik. Itu cukup untuk menjelaskan semuanya tentangku. Sekarang aku terdampar dalam pilihan yang sama sekali tidak bisa kupilih, kecuali menghilang. Aku ingin pergi jauh dari situasi ini. Lenyap ataupun kembali ke masa lalu dan tidak pernah menuju jalan yang mengarah pada situasi saat ini. Aku bebas, tapi tidak saat ini. Bebasku selama ini menyiksa kebebasan orang lain, dan saat ini aku harus membayar itu semua pada mereka. Jangan tanyakan apa pilihanku saat ini. Kalaupun aku tau, aku adalah orang pertama yang akan meneriakkannya ke seluruh dunia. Semuanya terlalu indah untuk ditinggalkan, namun semua keindahan itulah yang harus aku tanggalkan. Semakin aku mabuk, semakin aku memasuki ketidaksadaranku. Pastinya itu tidak mengenakkan. Bukan, bukan untukku, setidaknya bukan untukku saja. Mabukku mencederai orang sekitarku. Siapa yang merasa mengerti kondisiku saat ini? Perilakuku semakin liar. Semakin banyak sampah yang mengalir dari mulutku. Menumpuk dan semakin tinggi, hingga menutupi cahaya dibaliknya. Hati mana saat ini yang bisa menemukan hatiku dibalik sampah itu? Jangan tanyakan apa yang aku pikirkan saat ini. Kalaupun aku tau, aku hanya ingin adanya ialah tentang dia.

Dimana....

Laki-laki memang berkepala dua. Maksudku, mereka benar-benar hanya menggunakan kedua kepalanya. Apa sebegitu hinanya mereka hingga tidak diciptakan dengan perasaan? Mereka lebih sering membicarakan rasa mereka menggunakan kepala, kedua kepalanya. Rasa apapun itu, hanya bisa dijelaskan dengan kepala. Hasyuh! Wanita juga sama bodohnya. Mulut mereka tidak bisa dipercaya. Terlalu banyak mulut diciptakan untuk wanita sehingga mereka menyalahgunakannya untuk membicarakan rasa. Sudah tidak jelas lagi hakekat perasaan yang sesungguhnya saat hanya mulut dan kepala yang digunakan. Mulut, kepala, rasa. Kepala, mulut, rasa. Kepala, rasa, mulut. Mulut, rasa, kepala. Apapun itu, semua itu hanya ulah binatang. Dimana akal dan hati? Yang menjadikan manusia memiliki kedudukan yang tinggi di muka bumi. Semuanya menjadi sama. Saat reproduksi menjadi hal yang utama.

Minggu, 08 Maret 2015

Liburan Seniman

Teater Tangga Universitas Muhammadiyah Yogyakarta telah dengan sukses mementaskan sebuah naskah karya Usmar Ismail dalam rangka Studi Pentas angkatan 2014 di Gedung Societed Taman Budaya Yogyakarta, sabtu 7 Maret 2015 lalu. Pementasan dengan lakon "Liburan Seniman" ini dimainkan oleh 11 orang aktor dengan sangat apik dan menarik. Pementasan yang mengangkat setting tahun 40-an dengan detail properti yang hampir persis berhasil membawa penonton kepada jaman sebelum kemerdekaan dulu. Didukung dengan tata rias dan kostum yang digunakan pemain serta seluruh panitia meyakinkan penonton dan pengunjung tentang keseriusan Teater Tangga dalam penggarapan proses ini. Panitia juga menyarankan penonton untuk datang dengan kostum sesuai tema mereka. Diaula luar, sembari menunggu gerbang dibuka, penonton disajikan hiburan berupa performance musik yang disuguhkan oleh seniman-seniman senior yang memainkan alat-alat musik pada jamannya dulu. Sungguh kematangan konsep yang hampir sempurna. Mengingat kalau pementasan ini baru berupa Studi Pentas, tentulah meninggalkan pertanyaan besar dibenak penonton, "Bagaimana lagi pentas produksinya, kalau studinya saja sudah seperti ini?". Well done, Teater Tangga! Semoga dengan studi pentas ini menelurkan lagi karya-karya hebat dan istimewa untuk kedepannya.

Notitle

Aku ingin menanyakan sebuah pertanyaan kepada kalian. Pernahkan kalian melakukan sesuatu yang menyenangkan dan sangat membuat ketergantungan, sesuatu yang awalnya hanya untuk melepas lara sampai akhirnya menimbulkan dosa, dan sesuatu yang menguntungkan sampai akhirnya menyedihkan? Aku ingin memberikan sebuah pernyataan lagi kepada kalian. Aku pernah melakukan sesuatu yang sangat aku sukai, sangat menyenangkan, dan sangat membuatku ketergantungan. Aku pernah melakukan sesuatu yang awalnya hanya untuk membuatku tertawa namun akhirnya menjadi hampa. Aku juga pernah melakukan sesuatu yang tadinya menguntungkan dan kemudian berubah menjadi sangat menyedihkan. Hei, aku ingin menanyakan sebuah pertanyaan lagi kepada kalian. Pernahkan kalian mengalamii jatuh cinta? Atau pernahkan kalian merasa sangat dicintai? Atau pernahkah kalian merasakan dicintai saat kalian mencintai? Kali ini aku tidak ingin memberikan pernyataan apapun. Sesuatu seindah dan seistimewa perasaan cinta sudah aku khianati kesuciannya. Semakin hari aku semakin tidak mengerti apa maksud cinta sesungguhnya? Lebih sering aku membicarakannya, semakin jauh aku dari memahami tentangnya. Cinta menjadi terlalu abstrak buatku saat aku dengan mudah mendapatkannya dari manapun. Cinta begitu beragam. Cinta begitu sempurna sampai aku tidak mampu memandangnya. Cinta begitu berwarna sehingga membuatku semakin muak dengannya. Aku lupa bagaimana merasakan cinta yang sesungguhnya. Aku lupa bagaimana jatuh cinta dan memberikan cinta yang setulusnya. Saat cinta dipertanyakan dengan kesetiaan dan kejujuran, saat itulah aku tidak ingin menjadi orang yang setia dan jujur. Saat cinta dipertunjukkan dengan ketulusan dan kasih sayang, saat itu pulalah aku tidak ingin melakukan semuanya. Semakin aku dihujani banyak cinta, semakin aku merasakan kehilangannya. Aku tidak menghindari kehadiran cinta, namun semakin mudah cinta mendekatiku, semakin mudak pula aku tidak peduli dengan hal itu. Aku bukan orang yang munafik ataupun kaku, bukan pula bajingan rakus yang tidak tahu diri. Aku bagai orang yang merasakan kesepian ditengah keramaian. Aku orang yang kehilangan cinta saat hujan cinta datang.